Rianti Rak Buku

“Buk..!” tiba-tiba ada yang menabrak tubuhku dari belakang. Buku yang kubaca pun terjatuh.

Tanpa menghiraukan orang yang menabrakku, kuambil buku dengan sedikit berjongkok. Saat tanganku mengambil buku yang terjatuh, mataku tertuju ke arah sepatu di samping buku. Sepasang sepatu merah dengan hak tinggi berada di dekatku. Pandanganku kunaikkan menyisir kaki yang dibalut sepatu tersebut. Ada betis kaki yang dibalut stoking putih. Sebelum lutut, ku lihat rok berwarna yang sama dengan warna sepatu.

“Wah! Rupanya yang menabrakku seorang wanita.” Kataku dalam hati. Aku kembali menaikkan pandanganku lebih ke atas, terlihat tubuh langsing dengan balutan kaos merah yang cukup ketat sehingga membuat setiap lekuk tubuhnya terlihat. Pandanganku terhenti melihat hal ini dan membuat pandangan mataku terpaku padanya.

“Maaf, Mas! Saya tidak sengaja.” Tiba-tiba suara kecil mengagetkanku, membuyarkan pandanganku.

Ku ambil buku dan aku berdiri menatapnya. “Ya, Tuhan!” desirku dalam hati. Wanita ini cantik sekali. Aku melihat separas wajah putih dengan mata yang dilapisi lensa berwarna biru. Hidungnya seperti cetakkan Gen orang-orang timur tengah. Rambut ikal panjang tergerai hingga punggung.

Aku mencoba menguasa diri agar terlihat biasa-biasa saja. “Tidak apa-apa, Mba.” Aku jawab dengan sedikit tersenyum dan berlalu karena aku jika terus di depannya aku akan terus gugup.

Aku simpan buku yang tadi ku baca. Ku lihat ke arah barisan rak buku-buku internet yang berada di samping kaca toko buku ini. Lalu ku arahkan pandanganku ke sebelah kiri dari barisan rak buku internet, ke barisan rak buku-buku pelajaran sekolah. Banyak siswa yang sedang membaca buku atau sekedar meliat-lihat.

“Ya, aku ke sana saja.” Pikirku dan berjalan menuju barisan buku sastra.
Suasana di toko buku ini cukup ramai. Banyak pengunjung yang hendak membeli buku atau sekedar membaca saja. Ada pula siswa yang sedang mengutip dari isi buku yang dibacanya. Mungkin dia tidak punya uang untuk membeli buku yang diinginkannya. Jadi hanya membuat catatan kecil yang memang penting sebagai materi pelajarannya.

Seorang kasir sedang repot melayani pembeli yang mengantri hendak membayar buku yang dia beli. Kasir satu lagi tutup, entah kemana petugasnya. Mungkin sedang istirahat karena sekarang memang jam istirahat.

Pukul dua belas siang. Cuca di luar memang sedang panas-panasnya. Namun di toko buku ini tubuhku disejukkan oleh udara dari AC. Aku tak mempedulikan cuaca di luar yang panas. Karena yang kurasakan saat ini adalah kesejukkan.

Aku berdiri di depan rak buku sastra. Di sebelah kana adalah rak majalah. Ada seorang lelaki tua berambut putih berdiri di depan rak membaca novel. Kulihat novel yang dibacanya berudul Sang Pemimpi. Di sampingnya ada seorang siswa sedang membaca kumpulan cerita Ketike Cinta Berbua Surga karya Habbiburahman El-Shirazy. Ku ambil buku antologi puisi karya Rieke Diah Pitaloka yang berjudul Upss!. Kubaca puisi yang ada di belakang jilid belakang buku tersebut.

“Suka sastra juga ya, Mas?” tiba-tiba aku dikagetkan suara yang dari sampingku. Kutengok, dan ternyata suara itu berasal dari seorang wanita. Dan kekagetanku semakin bertambah ketika sadar bahwa teryata wanita itu adalah wanita yang tadi menabrakku.

Perasaanku bagaikan tertimpa langit, aku tergencet antara langit dan bumi. Tak bisa berkata apa-apa karena berhadapan dengan seorang wanita yang cantik sekali. Aku gugup, lidahku seakan kaku. Aku coba menguasai diri, dan mencoba mengungkapkan kata yang menggelayut di lidahku.

“Oh, nggak. Eh, iya.” Jawabku gugup.

“Kenapa Mas, Kok jadi gugup gitu? Kaget ya?” Tanyanya sambil tersenyum manis.

“Nggak, aku kaget aja. Tiba-tiba kok ada kamu di sebelahku.” Jawabku mencoba menguasai diri.

Ku lihat laki-laki tua yang berdiri di sampingku tersenyum kecil melihat tingkahku. Aku tak menghiraukan dia. Yang kuhiraukan adalah seorang wanita yang sedang berdiri di depanku.

“Permisi!” seseorang melintas di antara aku dan wanita yang berdiri di depanku.

“Oh iya, nama kamu siapa?” tiba-tiba dia bertanya kepadaku membuka perbincangan.

“Oh iya, Wahyu.” Jawabku santai karena sudah mulai menguasai diri. kujulurkan tangan untuk bersalaman.

“Rianti.” Katanya sambil meraihnya tanganku, dan kami pun berjabat tangan. Lembut terasa telapak tangannya. Sepertinya sangat terawat.

“Kamu suka puisi ya?” lanjutnya.

“Ya begitulah, puisi bagiku teman curhat yang paling setia mendengar keluh-kesahku.”

“Wah, kalau begitu kamu bukan hanya suka baca, tapi kamu juga suka menulis puisi dong?”

“Amatir. Karyaku nggak ada yang bagus.”

“Kok begitu? Bagus ngganya kan bagaimana pembacanya?”

“Ya, setelah ku baca ternyata karyaku ngga bagus.”

“He…! Kamu bisa bercanda juga ya?”

Ku lihat seorang laki-laki datang menghampiri kami. Ku kira dia adalah teman Rianti. Tapi seteah mendekat, ternyata dia hanya mengambil majalah Horison di rak majalah dekatku.
Ku lihat di pintu masuk banyak berdatangan orang yang mungkin hendak membeli buku atau hanya sekedar membaca. Sekarang memang waktu istirahat atau malah sebagian orang yang sudah pulang bekerja. Ada guru-guru sekolah, mahasiswa, atau bahkan anak-anak kecil yang mungkin ingin membeli buku cerita anak.

Aku melanjutkan perbincanganku dengan Rianti. Kami membincangkan segala hal dari alamat rumah sampai hobi. Hingga tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Dia perpamitan karena ada janji yang harus ditepati. Di akhir perjumpaan, kami saling bertuka nomor handphone.
Aku pun pulang tanpa membeli satu pun buku dari toko ini. Ku lalui pintu masuk, akupun berpapasan dengan orang-orang yang hendak membeli buku atau mungin hanya membaca buku sepertiku.

Wahyudimalamhari

Komentar